Korupsi di Negeri Mafia
Alkisah, diakhirat nanti akan ada jam dinding setiap negara. Jam dinding ini tidak berfungsi untuk menunjukkan waktu dinegara yang bersangkutan, tetapi menujukkan tingkat korupsinya. Semakin cepat jarum jamnya berputar, maka semakin tinggi tingkat korupsinya. Akhirnya datanglah orang Indonesia dan berusaha mencari jam dinding negaranya. Karena tidak menemukannya, ia bertanya dengan sang malaikat, dimanakah jam dinding Indonesia. Sang malaikat pun menjawab, mohon maaf jam negara anda tidak kami letakan disini, tetapi pakai sebagai kipas angin.
Cerita di atas hanyalah sekedar anekdot, tetapi bisa jadi kenyataan jika yang Maha Kuasa menghendaki. Alangkah malangnya Indonesia. Perilaku korup dinegeri ini seakan sulit dihilangkan. Mulai dari oknum Kades, Camat, Bupati, Gubernur, bahkan Menteri pun masuk hotel prodeo karena menilap uang negara yang notabenya adalah uang rakyat. Tidak peduli itu anggaran pendidikan, kesehatan atau haji, jika masih ada yang bisa di markup atau bisa disunat berapa persen pun tidak masalah, yang penting menambah kekayaannya. Mereka yang diparlemenpun seakan tidak jauh berbeda hobinya, melakukan korupsi berjamaah tanpa malu. Kini masyarakat tinggal berharap kepada aparat penegak hukum untuk memberantas para koruptor sampai keakar-akarnya. Namun sayangnya, diantara para pendekar hukum kita berkeliaran para mafia hukum yang juga terlibat dalam lingkaran korupsi. Bagaimana mungkin kita berharap koruptor diberantas oleh koruptor. Yang terjadi justru mereka akan saling melindungi dan tetap pada cita-citanya, memperkaya diri sendiri dan kelompoknya.
IPK Mandeg !!!
Mandeg, atau mungkin bisa dikatakan tidak ada progress yang menggembirakan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal ini berdasarkan skor indeks persepsi korupsi (corruption perception index/CPI) 2010 yang dirilis oleh Transparency International (TI). Indonesia mendapatkan skor CPI yang tidak beranjak dari tahun kemarin, yaitu 2,8. Skor maksimal dalam CPI adalah 10 (terbaik). Artinya skor 2,8 menunjukkan kinerja pemberantasan korupsi di Indonesia masih buruk. Berdasarkan urutan negara, kita berada pada urutan 110 dari 170 negara. Ditingkatan Asia Tenggara, kita kalah dengan negara tetangga Malaysia (4,4) dan bahkan Singapura yang mendekati skor terbaik (9,3). Namun demikian kita masih ada di atas Vietnam (2,7) dan Myanmar (1,4).
Sebenarnya Indonesia sudah memiliki cukup banyak peraturan pemberantasan korupsi. Tidak sedikit pula institusi-institusi hukum lengkap dengan para penegak hukumnya diciptakan, bahkan dibuatkan KPK dan terakhir ada Satgas Mafia Hukum yang sibuk kesana kemari untuk memburu mafia-mafia hukum. Berbagai sosialisasi anti korupsi pun terus digalakkan dan kurikulum pendidikan juga menjadi sasarannya. Setiap tahun pada hari ini pun para aktivis anti korupsi teriak-teriak meminta pemberantasan korupsi. Namun, sampai detik ini, korupsi justru makin menjadi, makin canggih dan makin besar uang yang dikeruk.
Pencegahan dan Pemiskinan
Dalam kebijakan penanggulangan kejahatan, langkah strategis yang seharusnya ditempuh adalah aspek pencegahan. Meskipun aspek penindakan yang sifatnya represif juga diperlukan. Namun dengan praktek korup yang sudah luar biasa, upaya pencegahan sangat penting dilakukan agar budaya korupsi sedikit demi sedikit terkikis dan kita dapat menciptakan generasi anti korupsi. Upaya pencegahan selama ini sebenarnya sudah coba dilakukan, namun pelaksanaannya belum serius dan masih mendapat posisi kedua dalam penanggulangan korupsi. Kita lebih banyak melakukan upaya represif, yang sebenarnya tidak menghapuskan sebab-sebab terjadinya korupsi.
Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti kewajiban bagi pejabat publik untuk melaporkan kekayaannya pada saat sebelum dan sesudah menjabat. Kewajiban ini harus disertai dengan sanksi yang jelas dan tegas. Kemudian menerapkan sistem pembuktian terbalik kepada para pejabat jika kekayannya diluar kewajaran yang seharusnya. Disamping itu, perlunya pengawasan yang ketat dan berlapis terhadap proses pengadaan barang dan jasa dan pelaksanaan proyek pembangunan serta hibah dari anggaran APBD di daerah-daerah. Berbagai hal ini kiranya dapat menjadi senjata pencegah kepada siapa pun yang ingin korupsi. Kemudian sanksi yang tegas dan berat bagi para koruptor harus dilakukan, sehingga menimbulkan efek “ketakutan” bagi yang baru mau memulainya.
Bagaimana dengan ide memiskinan ? Ide ini harus segera dituangkan dalam regulasi pemberantasan korupsi. Ketentuan yang ada selama ini hanya sanksi denda dan pengembalian hasil korupsi saja. Hasilnya, tidak efektif. Perlu ada sanksi pemiskinan guna menimbulkan efek jera yang luar biasa. Korupsi merupakan extraordinarycrime (kejahatan luar biasa), sehingga perlu penanganan yang luar biasa dan sanksi yang luar biasa pula. Pemiskinan tidak hanya pelaku, tetapi harus mampu memutus semua jaringan korupsinya. Karena jika tidak, koruptor yang dimiskinkan tetap kaya karena dia dibackup oleh jaringannya diluar, seperti Gayus, walaupun sudah diblokir rekeningnya masih mampu pelesiran ke Bali dengan bebas.
Korupsi Babel ???
Satu dasawarsa Propinsi Kepulauan Babel, tidak hanya menujukkan kemajuan diberbagai bidang, tetapi juga berbagai permasalahaan termasuk tingginya angka korupsi. Pada periode Januari – September 2010, Kejati bersama jajarannya Kejari se-Babel sedang menangani kasus korupsi sebanyak 107 perkara, dengan 70 kasus pada tahap penyidikan dan 37 kasus pada tahan penuntutan. Beberapa kasus besar yang saat ini sedang diperiksa, seperti kasus korupsi dengan modus SPPD fiktif di Disperindag Propinsi, kasus dugaan korupsi proyek sumur di Distamben Propinsi dan dugaan korupsi berjamaah berupa gratifikasi yang yang menjerat 25 mantan anggota DPRD Kota Pangkalpinang periode 1999-2004 dalam kasus gratifikasi senilai RP 1,25 miliar yang berasal dari dana administrasi proyek APBD Kota Pangkalpinang tahun 2003 dan 2004.
Tingginya angka korupsi di Babel sepertinya sejalan pula dengan hasil survey Indeks Persepsi Korupsi yang dilakukan Transparency International Indonesia 2010 terhadap 50 kota besar di Indonesia, dimana Kota Pangkalpinang hampir menempati diururan buncit, yaitu ke 43 dengan skor 4,13. Posisi sepuluh besar terburuk ini tentunya sangat memperihatinkan. Skor tersebut menunjukkan bahwa para pelaku bisnis menilai bahwa perilaku korup masih lazim disektor-sektor publik. Kemudian upaya pemerintah daerah dan aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi belum serius. Perlu ada perbaikan dan sinergi kedepan, antara pemerintah daerah, kepolisian, kejaksaan, peradilan dan institusi-institusi publik lainnya agar menghilangkan praktek-praktek suap, pungli dan lain-lain, sehingga indeks persepsi korupsi tahun dapat menempati urutan terbersih, seperti yang ditempati Kota Denpasar saat ini.
Banyaknya kasus korupsi yang ditangani di atas, Kejati Babel mendapat peringkat pertama dalam hal penanganan tindak pidana korupsi seluruh Indonesia. Prestasi ini perlu kita apresiasi dan dukung agar upaya pemberantasan korupsi di propinsi ini terus dilakukan tanpa pandang bulu. Disamping itu, partisipasi dan kontrol dari masyarakat, LSM, media dan perguruan tinggi juga sangat penting, agar upaya penegakan hukum ini tidak keluar dari rel yang seharusnya. Masyarakat berharap penanganan kasus tersebut dilakukan secara serius dan tidak ada aparat penegak hukum kita yang bermain uang dibalik kasus-kasus tersebut. Usut tuntas semua perkara dan seret semua yang terlibat, baik itu bawahan maupun atasannya. Keberhasilan aparat penegak hukum akan mengembalikan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum, khususnya dalam pemberantasan korupsi. Paling tidak ada mafia hukum di Babel ini. Semoga….Dwi H