Sabtu, 08 Januari 2011

Korupsi di Negeri Mafia

Korupsi di Negeri Mafia

Alkisah, diakhirat nanti akan ada jam dinding setiap negara. Jam dinding ini tidak berfungsi untuk menunjukkan waktu dinegara yang bersangkutan, tetapi menujukkan tingkat korupsinya. Semakin cepat jarum jamnya berputar, maka semakin tinggi tingkat korupsinya. Akhirnya datanglah orang Indonesia dan berusaha mencari jam dinding negaranya. Karena tidak menemukannya, ia bertanya dengan sang malaikat, dimanakah jam dinding Indonesia. Sang malaikat pun menjawab, mohon maaf jam negara anda tidak kami letakan disini, tetapi pakai sebagai kipas angin.

Cerita di atas hanyalah sekedar anekdot, tetapi bisa jadi kenyataan jika yang Maha Kuasa menghendaki. Alangkah malangnya Indonesia. Perilaku korup dinegeri ini seakan sulit dihilangkan. Mulai dari oknum Kades, Camat, Bupati, Gubernur, bahkan Menteri pun masuk hotel prodeo karena menilap uang negara yang notabenya adalah uang rakyat. Tidak peduli itu anggaran pendidikan, kesehatan atau haji, jika masih ada yang bisa di markup atau bisa disunat berapa persen pun tidak masalah, yang penting menambah kekayaannya. Mereka yang diparlemenpun seakan tidak jauh berbeda hobinya, melakukan korupsi berjamaah tanpa malu. Kini masyarakat tinggal berharap kepada aparat penegak hukum untuk memberantas para koruptor sampai keakar-akarnya. Namun sayangnya, diantara para pendekar hukum kita berkeliaran para mafia hukum yang juga terlibat dalam lingkaran korupsi. Bagaimana mungkin kita berharap koruptor diberantas oleh koruptor. Yang terjadi justru mereka akan saling melindungi dan tetap pada cita-citanya, memperkaya diri sendiri dan kelompoknya.

IPK Mandeg !!!


Mandeg, atau mungkin bisa dikatakan tidak ada progress yang menggembirakan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal ini berdasarkan skor indeks persepsi korupsi (corruption perception index/CPI) 2010 yang dirilis oleh Transparency International (TI). Indonesia mendapatkan skor CPI yang tidak beranjak dari tahun kemarin, yaitu 2,8. Skor maksimal dalam CPI adalah 10 (terbaik). Artinya skor 2,8 menunjukkan kinerja pemberantasan korupsi di Indonesia masih buruk. Berdasarkan urutan negara, kita berada pada urutan 110 dari 170 negara. Ditingkatan Asia Tenggara, kita kalah dengan negara tetangga Malaysia (4,4) dan bahkan Singapura yang mendekati skor terbaik (9,3). Namun demikian kita masih ada di atas Vietnam (2,7) dan Myanmar (1,4).

Sebenarnya Indonesia sudah memiliki cukup banyak peraturan pemberantasan korupsi. Tidak sedikit pula institusi-institusi hukum lengkap dengan para penegak hukumnya diciptakan, bahkan dibuatkan KPK dan terakhir ada Satgas Mafia Hukum yang sibuk kesana kemari untuk memburu mafia-mafia hukum. Berbagai sosialisasi anti korupsi pun terus digalakkan dan kurikulum pendidikan juga menjadi sasarannya. Setiap tahun pada hari ini pun para aktivis anti korupsi teriak-teriak meminta pemberantasan korupsi. Namun, sampai detik ini, korupsi justru makin menjadi, makin canggih dan makin besar uang yang dikeruk.

Pencegahan dan Pemiskinan



Dalam kebijakan penanggulangan kejahatan, langkah strategis yang seharusnya ditempuh adalah aspek pencegahan. Meskipun aspek penindakan yang sifatnya represif juga diperlukan. Namun dengan praktek korup yang sudah luar biasa, upaya pencegahan sangat penting dilakukan agar budaya korupsi sedikit demi sedikit terkikis dan kita dapat menciptakan generasi anti korupsi. Upaya pencegahan selama ini sebenarnya sudah coba dilakukan, namun pelaksanaannya belum serius dan masih mendapat posisi kedua dalam penanggulangan korupsi. Kita lebih banyak melakukan upaya represif, yang sebenarnya tidak menghapuskan sebab-sebab terjadinya korupsi.

Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti kewajiban bagi pejabat publik untuk melaporkan kekayaannya pada saat sebelum dan sesudah menjabat. Kewajiban ini harus disertai dengan sanksi yang jelas dan tegas. Kemudian menerapkan sistem pembuktian terbalik kepada para pejabat jika kekayannya diluar kewajaran yang seharusnya. Disamping itu, perlunya pengawasan yang ketat dan berlapis terhadap proses pengadaan barang dan jasa dan pelaksanaan proyek pembangunan serta hibah dari anggaran APBD di daerah-daerah. Berbagai hal ini kiranya dapat menjadi senjata pencegah kepada siapa pun yang ingin korupsi. Kemudian sanksi yang tegas dan berat bagi para koruptor harus dilakukan, sehingga menimbulkan efek “ketakutan” bagi yang baru mau memulainya.

Bagaimana dengan ide memiskinan ? Ide ini harus segera dituangkan dalam regulasi pemberantasan korupsi. Ketentuan yang ada selama ini hanya sanksi denda dan pengembalian hasil korupsi saja. Hasilnya, tidak efektif. Perlu ada sanksi pemiskinan guna menimbulkan efek jera yang luar biasa. Korupsi merupakan extraordinarycrime (kejahatan luar biasa), sehingga perlu penanganan yang luar biasa dan sanksi yang luar biasa pula. Pemiskinan tidak hanya pelaku, tetapi harus mampu memutus semua jaringan korupsinya. Karena jika tidak, koruptor yang dimiskinkan tetap kaya karena dia dibackup oleh jaringannya diluar, seperti Gayus, walaupun sudah diblokir rekeningnya masih mampu pelesiran ke Bali dengan bebas.

Korupsi Babel ???


Satu dasawarsa Propinsi Kepulauan Babel, tidak hanya menujukkan kemajuan diberbagai bidang, tetapi juga berbagai permasalahaan termasuk tingginya angka korupsi. Pada periode Januari – September 2010, Kejati bersama jajarannya Kejari se-Babel sedang menangani kasus korupsi sebanyak 107 perkara, dengan 70 kasus pada tahap penyidikan dan 37 kasus pada tahan penuntutan. Beberapa kasus besar yang saat ini sedang diperiksa, seperti kasus korupsi dengan modus SPPD fiktif di Disperindag Propinsi, kasus dugaan korupsi proyek sumur di Distamben Propinsi dan dugaan korupsi berjamaah berupa gratifikasi yang yang menjerat 25 mantan anggota DPRD Kota Pangkalpinang periode 1999-2004 dalam kasus gratifikasi senilai RP 1,25 miliar yang berasal dari dana administrasi proyek APBD Kota Pangkalpinang tahun 2003 dan 2004.

Tingginya angka korupsi di Babel sepertinya sejalan pula dengan hasil survey Indeks Persepsi Korupsi yang dilakukan Transparency International Indonesia 2010 terhadap 50 kota besar di Indonesia, dimana Kota Pangkalpinang hampir menempati diururan buncit, yaitu ke 43 dengan skor 4,13. Posisi sepuluh besar terburuk ini tentunya sangat memperihatinkan. Skor tersebut menunjukkan bahwa para pelaku bisnis menilai bahwa perilaku korup masih lazim disektor-sektor publik. Kemudian upaya pemerintah daerah dan aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi belum serius. Perlu ada perbaikan dan sinergi kedepan, antara pemerintah daerah, kepolisian, kejaksaan, peradilan dan institusi-institusi publik lainnya agar menghilangkan praktek-praktek suap, pungli dan lain-lain, sehingga indeks persepsi korupsi tahun dapat menempati urutan terbersih, seperti yang ditempati Kota Denpasar saat ini.

Banyaknya kasus korupsi yang ditangani di atas, Kejati Babel mendapat peringkat pertama dalam hal penanganan tindak pidana korupsi seluruh Indonesia. Prestasi ini perlu kita apresiasi dan dukung agar upaya pemberantasan korupsi di propinsi ini terus dilakukan tanpa pandang bulu. Disamping itu, partisipasi dan kontrol dari masyarakat, LSM, media dan perguruan tinggi juga sangat penting, agar upaya penegakan hukum ini tidak keluar dari rel yang seharusnya. Masyarakat berharap penanganan kasus tersebut dilakukan secara serius dan tidak ada aparat penegak hukum kita yang bermain uang dibalik kasus-kasus tersebut. Usut tuntas semua perkara dan seret semua yang terlibat, baik itu bawahan maupun atasannya. Keberhasilan aparat penegak hukum akan mengembalikan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum, khususnya dalam pemberantasan korupsi. Paling tidak ada mafia hukum di Babel ini. Semoga….Dwi H

Kenakalan Remaja, Peran Orang Tua, Guru dan Lingkungan


Kenakalan Remaja, Peran Orang Tua, Guru dan Lingkungan

Sebenarnya menjaga sikap dan tindak tanduk positif itu tidak hanya tanggung jawab para guru dan keluarganya, tetapi semua orang, Guru yang selalu mengusahakan keluarganya menjadi garda terdepan dalam memberikan pendidikan dengan sebuah contoh, adalah cerminan komitmen dan pendalaman makna dari seorang guru. Sang guru harus berusaha agar keluarganya baik dan tidak korupsi agar ia dapat mengajari kepada murid-muridnya yang merupakan remaja generasi penerus bangsa memiliki moral dan ahlak baik dan tidak korupsi, berusaha tidak berbohong agar murid-muridnya sebagai remaja yang baik tidak menjadi pendusta, tidak terjaebak dalam kenakalan remaja.

Guru adalah profesi yang mulia dan tidak mudah dilaksanakan serta memiliki posisi yang sangat luhur di masyarakat. Semua orang pasti akan membenarkan pernyataan ini jika mengerti sejauh mana peran dan tanggung jawab seorang guru . Sejak saya baru berusia 6 tahun hingga dewasa, orang tua saya yang merupakan seorang guru, selalu memberikan instruksi yang mengingatkan kami para anak-anaknya adalah anak seorang guru yang harus selalu menjaga tingkah laku agar selalu baik dan jangan sampai melakukan sebuah kesalahan . Seberat itukah, seharus itukah kami bertindak Lantas apa hubungan profesi orang tua dengan dengan anak-anaknya, apakah hanya anak seorang guru yang harus demikian ?.

Peran guru tidak hanya sebatas tugas yang harus dilaksanakan di depan kelas saja, tetapi seluruh hidupnya memang harus di dedikasikan untuk pendidikan. Tidak hanya menyampaikan teori-teori akademis saja tetapi suri tauladan yang digambarkan dengan perilaku seorang guru dalam kehidupan sehari-hari.

Terkesannya seorang Guru adalah sosok orang sempurna yang di tuntut tidak melakukan kesalahan sedikitpun, sedikit saja sang guru salah dalam bertutur kata itu akan tertanam sangat mendalam dalam sanubari para remaja. Jika sang guru mempunyai kebiasaan buruk dan itu di ketahui oleh sang murid, tidak ayal jika itu akan dijadikan referensi bagi para remaja yang lain tentang pembenaran kesalahan yang sedang ia lakukan, dan ini dapat menjadi satu penyebab, alasan mengapa terjadi kenakalan remaja.

Sepertinya filosofi sang guru ini layak untuk di jadikan filosofi hidup, karena hampir setiap orang akan menjadi seorang ayah dan ibu yang notabenenya merupakan guru yang terdekat bagi anak-anak penerus bangsa ini. Akan sulit bagi seorang ayah untuk melarang anak remajanya untuk tidak merokok jika seorang ayahnya adalah perokok. Akan sulit bagi seorang ibu untuk mengajari anak-anak remaja untuk selalu jujur, jika dirumah sang ibu selalu berdusta kepada ayah dan lingkungannya, atau sebaliknya. jadi bagaimana mungkin orang tua melarang remaja untuk tidak nakal sementara mereka sendiri nakal?

Suatu siang saya agak miris melihat seorang remaja SMP sedang asik mengisap sebatang rokok bersama adik kelasnya yang masih di SD, itu terlihat dari seragam yang dikenakan dan usianya memang terbilang masih remaja. Siapa yang harus disalahkan dalam kasus ini. Apakah sianak remaja tersebut, sepertinya tidak adil kalau kita hanya menyalahkan si anak remaja itu saja, anak itu terlahir bagaikan selembar kertas yang masih putih, mau jadi seperti apa kelak di hari tuanya tergantung dengan tinta dan menulis apa pada selembar kertas putih itu . Orang pertama yang patut disalahkan mungkin adalah guru, baik guru yang ada di rumah ( orang tua ), di sekolah ( guru), atau pun lingkungannya hingga secara tanpa disadari mencetak para remaja tersebut untuk melakukan perbuatan yang dapat digolongkan ke dalam kenakalan remaja.

Peran orang tua yang bertanggung jawab terhadap keselamatan para remaja tentunya tidak membiarkan anaknya terlena dengan fasilitas-fasilitas yang dapat menenggelamkan si anak remaja kedalam kenakalan remaja, kontrol yang baik dengan selalu memberikan pendidikan moral dan agama yang baik diharapkan akan dapat membimbing si anak remaja ke jalan yang benar, bagaimana orang tua dapat mendidik anaknya menjadi remaja yang sholeh sedangkan orang tuanya jarang menjalankan sesuatu yang mencerminkan kesholehan, ke masjid misalnya. Jadi jangan heran apabila terjadi kenakalan remaja, karena sang remaja mencontoh pola kenakalan para orang tua

Tidak mudah memang untuk menjadi seorang guru. Menjadi guru diharapkan tidak hanya didasari oleh gaji guru yang akan dinaikkan, bukan merupakan pilihan terakhir setelah tidak dapat berprofesi di bidang yang lain, tidak juga karena peluang. Selayaknya cita-cita untuk menjadi guru didasari oleh sebuah idealisme yang luhur, untuk menciptakan para remaja sebagai generasi penerus yang berkualitas.

Sebaiknya Guru tidak hanya dipandang sebagai profesi saja, tetapi adalah bagian hidup dan idialisme seorang guru memang harus dijunjung setinggi-tingginya. Idealisme itu seharusnya tidak tergantikan oleh apapun termasuk uang. Namun guru adalah manusia, sekuat-kuatnya manusia bertahan dia tetaplah manusia, jika terpaan cobaan itu terlalu kuat manusia juga dapat melakukan kesalahan.

Akhir akhir ini ada berita di media masa yang sangat meruntuhkan citra sang guru adalah berita tentang pencabulan Oknum guru terhadap anak didiknya. Kalau pepatah mengatakan guru kencing bediri murid kencing berlari itu benar, berarti satu orang guru melakukan itu berapa orang murid yang lebih parah dari itu, hingga akhirnya menciptakan pola kenakalan remaja yang sangat tidak ingin kita harapkan.

Gejala-gejala ini telah menunjukan kebenarannya. Kita ambil saja kasus siswa remaja mesum yang dilakukan oleh para remaja belia seperti misalnya kasus-kasus di remaja mesum di taman sari Pangkalpinang ibukota provinsi Bangka Belitung, lokasi remaja pacaran di bukit dealova pangkalpinang, dan remaja Ayam kampus yang mulai marak di tambah lagi foto-foto syur remaja SMP jebus, ini menunjukkan bahwa pepatah itu menujukkan kebenarannya.

Kerja team yang terdiri dari orang tua (sebagai guru dirumah), Guru di sekolah, dan Lingkungan (sebagai Guru saat anak-anak, para remaja bermain dan belajar) harus di bentuk. diawali dengan komunikasi yang baik antara orang tua dan guru di sekolah, pertemuan yang intensif antara keduanya akan saling memberikan informasi yang sangat mendukung bagi pendidikan para remaja. Peran Lingkungan pun harus lebih peduli, dengan menganggap para remaja yang ada di lingkungannya adalah tanggung jawab bersama, tentunya lingkungan pun akan dapat memberikan informasi yang benar kepada orang tua tentang tindak tanduk si remaja tersebut dan kemudian dapat digunakan untuk mengevaluasi perkembangannya agar tidak terjebak dalam kenakalan remaja.

terlihat betapa peran orang tua sangat memegang peranan penting dalam membentuk pola perilaku para remaja, setelah semua informasi tentang pertumbuhan anaknya di dapat, orang tuapun harus pandai mengelola informasi itu dengan benar.

Terlepas dari baik buruknya seorang guru nampaknya filosofi seorang guru dapat dijadikan pegangan bagi kita semua terutama bagi para orang tua untuk menangkal kenakalan remaja, mari kita bersama-sama untuk menjadi guru bagi anak-anak dan para remaja kita para remaja belia, dengan selalu memberi contoh kebenaran dan memberi dorongan untuk berbuat kebenaran. Sang guru bagi para remaja adalah Orang tua, guru sekolah dan lingkungan tempat ia di besarkan. Seandainya sang guru dapat memberi teladan yang baik mudah-mudahan generasi remaja kita akan ada di jalan yang benar dan selamat dari budaya "kenakalan remaja" yang merusak kehidupan dan masa depan para remaja, semoga.RIDWAN K

REMAJA DAN NARKOBA

Remaja dan Narkoba

Ada tiga hal yang harus diperhatikan ketika melakukan program anti narkoba di sekolah. Yang pertama adalah dengan mengikutsertakan keluarga. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa sikap orangtua memegang peranan penting dalam membentuk keyakinan akan penggunaan narkoba pada anak-anak. Strategi untuk mengubah sikap keluarga terhadap penggunaan narkoba termasuk memperbaiki pola asuh orangtua dalam rangka menciptakan komunikasi dan lingkungan yang lebih baik di rumah. Kelompok dukungan dari orangtua merupakan model intervensi yang sering digunakan.

Apa itu Narkoba


Narkoba adalah singkatan dari Narkotika dan Obat berbahaya. Selain "narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini, baik "narkoba" atau napza, mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai resiko kecanduan bagi penggunanya.

Menurut pakar kesehatan narkoba sebenarnya adalah psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini pemanfaatannya disalah gunakan diantaranya dengan pemakaian yang telah diluar batas dosis / over dossis.

Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga jika disalahgunakan akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial. Karena itu Pemerintah memberlakukan Undang-undang (UU) untuk penyalahgunaan narkoba yaitu UU No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU No.22 tahun 1997 tentang Narkotika.

Penyebaran Narkoba di Kalangan Anak-anak dan Remaja


Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah. Mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar narkoba yang senang mencari mangsa didaerah sekolah, diskotik, tempat pelacuran, dan tempat-tempat perkumpulan genk. Tentu saja hal ini bisa membuat para orang tua, ormas,pemerintah khawatir akan penyebaran narkoba yang begitu meraja rela.

Upaya pemberantas narkoba pun sudah sering dilakukan namun masih sedikit kemungkinan untuk menghindarkan narkoba dari kalangan remaja maupun dewasa, bahkan anak-anak usia SD dan SMP pun banyak yang terjerumus narkoba. Hingga saat ini upaya yang paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan Narkoba pada anak-anak yaitu dari pendidikan keluarga. Orang tua diharapkan dapat mengawasi dan mendidik anaknya untuk selalu menjauhi Narkoba.

Menurut kesepakatan Convention on the Rights of the Child (CRC) yang juga disepakati Indonesia pada tahun 1989, setiap anak berhak mendapatkan informasi kesehatan reproduksi (termasuk HIV/AIDS dan narkoba) dan dilindungi secara fisik maupun mental. Namun realita yang terjadi saat ini bertentangan dengan kesepakatan tersebut, sudah ditemukan anak usia 7 tahun sudah ada yang mengkonsumsi narkoba jenis inhalan (uap yang dihirup). Anak usia 8 tahun sudah memakai ganja, lalu di usia 10 tahun, anak-anak menggunakan narkoba dari beragam jenis, seperti inhalan, ganja, heroin, morfin, ekstasi, dan sebagainya (riset BNN bekerja sama dengan Universitas Indonesia).

Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), kasus pemakaian narkoba oleh pelaku dengan tingkat pendidikan SD hingga tahun 2007 berjumlah 12.305. Data ini begitu mengkhawatirkan karena seiring dengan meningkatnya kasus narkoba (khususnya di kalangan usia muda dan anak-anak, penyebaran HIV/AIDS semakin meningkat dan mengancam. Penyebaran narkoba menjadi makin mudah karena anak SD juga sudah mulai mencoba-coba mengisap rokok. Tidak jarang para pengedar narkoba menyusup zat-zat adiktif (zat yang menimbulkan efek kecanduan) ke dalam lintingan tembakaunya.

Hal ini menegaskan bahwa saat ini perlindungan anak dari bahaya narkoba masih belum cukup efektif. Walaupun pemerintah dalam UU Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002 dalam pasal 20 sudah menyatakan bahwa Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak (lihat lebih lengkap di UU Perlindungan Anak). Namun perlindungan anak dari narkoba masih jauh dari harapan.

Narkoba adalah isu yang kritis dan rumit yang tidak bisa diselesaikan oleh hanya satu pihak saja. Karena narkoba bukan hanya masalah individu namun masalah semua orang. Mencari solusi yang tepat merupakan sebuah pekerjaan besar yang melibatkan dan memobilisasi semua pihak baik pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan komunitas lokal. Adalah sangat penting untuk bekerja bersama dalam rangka melindungi anak dari bahaya narkoba dan memberikan alternatif aktivitas yang bermanfaat seiring dengan menjelaskan kepada anak-anak tentang bahaya narkoba dan konsekuensi negatif yang akan mereka terima.

Anak-anak membutuhkan informasi, strategi, dan kemampuan untuk mencegah mereka dari bahaya narkoba atau juga mengurangi dampak dari bahaya narkoba dari pemakaian narkoba dari orang lain. Salah satu upaya dalam penanggulangan bahaya narkoba adalah dengan melakukan program yang menitikberatkan pada anak usia sekolah (school-going age oriented).

Di Indonesia, perkembangan pencandu narkoba semakin pesat. Para pencandu narkoba itu pada umumnya berusia antara 11 sampai 24 tahun. Artinya usia tersebut ialah usia produktif atau usia pelajar. Pada awalnya, pelajar yang mengonsumsi narkoba biasanya diawali dengan perkenalannya dengan rokok. Karena kebiasaan merokok ini sepertinya sudah menjadi hal yang wajar di kalangan pelajar saat ini. Dari kebiasaan inilah, pergaulan terus meningkat, apalagi ketika pelajar tersebut bergabung ke dalam lingkungan orang-orang yang sudah menjadi pencandu narkoba. Awalnya mencoba, lalu kemudian mengalami ketergantungan.

Dampak Negatif Penyalahgunaan Narkoba


Dampak negatif penyalahgunaan narkoba terhadap anak atau remaja (pelajar) adalah sebagai berikut:

  • Perubahan dalam sikap, perangai dan kepribadian,
  • sering membolos, menurunnya kedisiplinan dan nilai-nilai pelajaran,
  • Menjadi mudah tersinggung dan cepat marah,
  • Sering menguap, mengantuk, dan malas,
  • tidak memedulikan kesehatan diri,
  • Suka mencuri untuk membeli narkoba.
  • Menyebabkan Kegilaan, Pranoid bahkan Kematian !

Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba


Upaya pencegahan terhadap penyebaran narkoba di kalangan pelajar, sudah seyogianya menjadi tanggung jawab kita bersama. Dalam hal ini semua pihak termasuk orang tua, guru, dan masyarakat harus turut berperan aktif dalam mewaspadai ancaman narkoba terhadap anak-anak kita.

Ada tiga hal yang harus diperhatikan ketika melakukan program anti narkoba di sekolah. Yang pertama adalah dengan mengikutsertakan keluarga. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa sikap orangtua memegang peranan penting dalam membentuk keyakinan akan penggunaan narkoba pada anak-anak. Strategi untuk mengubah sikap keluarga terhadap penggunaan narkoba termasuk memperbaiki pola asuh orangtua dalam rangka menciptakan komunikasi dan lingkungan yang lebih baik di rumah. Kelompok dukungan dari orangtua merupakan model intervensi yang sering digunakan.

Kedua, dengan menekankan secara jelas kebijakan tidak pada narkoba. Mengirimkan pesan yang jelas tidak menggunakan membutuhkan konsistensi sekolah-sekolah untuk menjelaskan bahwa narkoba itu salah dan mendorong kegiatan-kegiatan anti narkoba di sekolah. Untuk anak sekolah harus diberikan penjelasan yang terus-menerus diulang bahwa narkoba tidak hanya membahayakan kesehatan fisik dan emosi namun juga kesempatan mereka untuk bisa terus belajar, mengoptimalkan potensi akademik dan kehidupan yang layak.

Terakhir, meningkatkan kepercayaan antara orang dewasa dan anak-anak. Pendekatan ini mempromosikan kesempatan yang lebih besar bagi interaksi personal antara orang dewasa dan remaja, dengan demikian mendorong orang dewasa menjadi model yang lebih berpengaruh.

Oleh sebab itu, mulai saat ini pendidik, pengajar, dan orang tua, harus sigap serta waspada, akan bahaya narkoba yang sewaktu-waktu dapat menjerat anak-anak sendiri. Dengan berbagai upaya tersebut di atas, mari kita jaga dan awasi anak didik dari bahaya narkoba tersebut, sehingga harapan untuk menelurkan generasi yang cerdas dan tangguh di masa yang akan datang dapat terealisasikan dengan baik..CHUSNUL


W A K TU D U N I A